Popular Posts

Jul 2, 2010

IMITATION 1

scroll down for english...
Karya yang satu ini berhubungan dengan "Imitation 2" dan terus berkembang menjadi "Dry Beauty". Pertanyaan yang sama serta terus terngiang dikepala saya, tentang bagaimana manusia membentuk apa yang tampak, sampai masuk kedalam; tentang bagaimana dirinya ingin dilihat, oleh dirinya sendiri maupun bagaimana bentuk fisik menjadi hal yang utama, perawakan yang ingin ditampilkan dengan harapan orang lain akan melihatnya sesuai dengan bayangannya. Seandainya bunga mawar adalah merah yang diwarnai. Bukan bunga alami, plastik dan dengan segala upaya menjadikannya persis seperti yang alami. Walaupun upaya yang dihadirkan merusak diri sendiri. Perkara ini terus berkembang, sampai ke pertanyaan apakah identitas? Nafas pertama ketika keluar dari rahim ibu, dimana letaknya sekarang setelah puluhan tahun, apakah masih sama? Perlukah untuk sama?

 This piece is associated with "Imitation 2" and keep growing into a "Dry Beauty". About the same question that kept ringing in my head, about how humans form of what they looks like, till it's emerge to the inside; about how he/she wants to be seen, by himself or how the physical form becomes the main thing, certain physical display with the hope that others will see the reflection. If roses it's coloured to red. Instead of natural, it's plastic and with all the efforts made it natural. Although the efforts require to destroy the self. This continues to the wider question, about how the identity is? From the first breath out of the mother's womb, where is it now after decades, is it still the same? Is it need to be the same?
 Runtutan kejadian: saya berjalan ke tengah ruangan, membuka sedikit tirai. Menghadap cermin dan memulas gincu di bibir. Kemudian mengambil mawar plastik, memulas permukaan kelopaknya dengan gincu, terus berulang sampai tampak merah. Menuang cologne dalam mangkok kaca, lantas mawar berlumur gincu merah tersebut dimasukan kedalamnya. Setiap batang yang sudah terendam cologne dimasukan kedalam plastik, kemudian diberikan ke penonton.
 Chronologies: I walked into the centre of the space, opened a bit of the curtain. Facing the mirror and put the lipstick on. Then take a plastic rose, use the lips to applying the lipstick to the petals, repeating until it red. Poured cologne in a bowl, then smeared the red lipstick roses. Each of rod inserted into a plastic bag, then give it to the spectators.
Nippon International Performance Art Festival
Morishita Studio, Tokyo, Japan
Summer, 2005
Organized by NIPAF Excecutive Commite

photos by: Makoto Kondoh, Azusa, Samuel Penanso

Apr 12, 2010

Ironic #01




Adalah sebuah performans berdurasi 15 menit. Diawali dengan masuk ke area performans mengenakan gaun putih panjang, meletakan baskom kaleng, dimana didalam kaleng sudah ada 5 potongan gambar dari tabloid porno. Kemudian menuang 5 liter cairan merah (darah buatan) kedalamnya. Setelahnya duduk diatas baskom, mengeluarkan gambar porno satu persatu. Posisi ngangkang, layaknya seorang ibu ketika melahirkan. Setelahnya masing-masing gambar di pampang pada seutas tali, menggunakan jepit, seperti menjemur pakaian, dijepit agar tidak terbang terbawa angin. Posisi melahirkan dan memampang gambar pada tali dilakukan berulang, sampai 5 kali. Sampai seluruh gambar dalam baskom terpampang. Kemudian saya meninggalkan ruang performans sambil membawa baskom tersebut. 

Thisis is 15 minutes performance. I enter the performance space wearing a long white gown, put the tin basin where there's 5 sheets of image from pornographic tabloid inside. After I pour 5 litres red fluid (as artificial blood) into it. Afterwards sit over the basin, in a position as a mother when giving a birth. After I took one of the sheet, hanging it in the stretch rope, clamp it as in the old style of drying clothes. Clamped it so not fly and disappear when the winds blow. I repeated the same act, until all the images is hanged. Then I left the performance space carrying the basin.


Kisah fiksi menjadi pantulan atas Ironic#01. Tentang seorang ibu yang melahirkan anak perempuannya, berdoa agar kelak dia menjadi seseorang yang sesuai dengan dogma yang berlaku di masyarakat. Ketika anaknya dewasa, dia memutuskan menjadi model tabloid porno picisan. Dalam benak perempuan ini dia memiliki posisi yang berarti, tubuhnya dinikmati sebagai sesuatu yang indah. Namun ternyata tidak ada yang peduli dengan indah tubuhnya, hanya fisiknya yang dinikmati tanpa mempedulikan siapa dia. 

The fiction behind this piece (Ironic#01) is about a mother who gave birth to her daughter, praying that one day she become a good person under the dogma in society. When her daughter grew up, she decided to become a porn model of cheesy tabloid. She thought that her fans enjoy her body as something beautiful. Apparently no one bothered, just an enjoyable flesh regardless of who she is. 

 

Baskom kaleng dan cairan merah merupakan material paling penting dalam performans ini. Baskom kaleng terebut adalah prabot kesayangan nenek saya, sudah dia pakai untuk memasak sejak saya belum lahir. Saya memaknai baskom miliknya sebagai doa panjang dari seorang ibu. Cairan merah bertujuan untuk mencerminkan darah, dimana seorang ibu ketika melahirkan menghabiskan banyak darah, mengorbankan diri untuk kelahiran anaknya. Tadinya saya hendak memakai darah sapi, namun darah sangat cepat membeku. Pilihan lainnya adalah memakai darah manusia yang saya beli di PMI, namun saya merasa tidak layak menggunakannya, siapa tahu ada manusia lain yang membutuhkan darah tersebut untuk melanjutkan hidup. Akhirnya saya membuat ramuan yang cairannya bisa menyerupai darah sebenarnya.

Tin basin and the red fluid is the most important material in this pieces. Tin basin is my grandmother favorite kitchen tools, she's been using it since I was not born yet. I interpret her basin as a mother long prayer. The other material is the red fluid (blood), as a metaphor when a mother lost lot of blood, sacrificing when giving a birth. I was about to use a cattle blood, but it very quick froze. Another option is using human blood, but not feel right, who knows there are other people who need the blood to continue a living. So I use an artificial blood.



Bavf Naf #1 - New Media Festival
Agustus 2002
Rumah Nusantara, Bandung